Rabu, 03 November 2010

"Hanbok"

Pakaian Tradisional "Hanbok" yang Masih Bertahan

Hanbok (pakaian tradisional Korea)

SEPERTINYA hal yang kontradiktif bahwa sebuah tradisi bertahan dalam masyarakat yang dinamis bergerak mengikuti, bahkan kalau bisa mendahului zaman. Namun, di Korea, tampaknya modernitas bukannya berarti tanpa tradisi. Kebudayaan yang ratusan, bahkan ribuan tahun, mampu bertahan walau mengalami perubahan.
Ini yang terjadi pada "Hanbok", pakaian tradisional Korea. Walaupun pakaian model Barat adalah yang umum digunakan dalam kehidupan modern ini, "Hanbok" masih dipakai, terutama pada hari-hari raya dan acara-acara seperti pesta pernikahan. Pada hari "Chusok", Hari Bersyukur Korea, bahkan di jalan-jalan Kota Seoul pun banyak orang memakai baju tradisional itu.
"Dulu banyak orang membuat "Hanbok" untuk Chusok. Sekarang tidak lagi karena mereka lebih memilih untuk menyewa saja," kata Seo Sun-hee, wanita pemilik toko "hanbok" di lantai tujuh pertokoan Doosan Tower, Pasar Dongdaemun, Seoul. Bukan berarti tokonya sepi pembeli, tapi "Ini bisnis yang baik walaupun permintaan menurun dibanding dulu," kata perempuan yang anak sulungnya kelas 2 SMP itu.
Biasanya pelanggan datang untuk memesan pakaian pernikahan. Ini berarti pakaian untuk kedua mempelai dan ibu mereka masing-masing. Dengan memperlihatkan sebuah "hanbok" pesanan yang telah jadi, perempuan cantik itu menjelaskan bahwa pengantin perempuan biasanya memakai "chima" (rok panjang berlipit-lipit) warna merah, dan "jeogori" (jaket pendek semacam bolero) warna hijau.
Pengantin pria bebas memilih warna celana panjang dan jaket bertalinya. Keduanya masih tetap memakai jubah. Warna jubah perempuan disesuaikan dengan warna pilihan baju pasangannya. Ibu mempelai lelaki memakai warna kehijauan, sedangkan calon besannya dalam nuansa merah.
Ini tak jauh berbeda dari aturan yang telah ada sejak masa Dinasti Joseon pada abad ke-15. Waktu itu para gadis memakai "chima" merah dan "jeogori" kuning. Pada waktu pesta perkawinan yang dilanjutkan dengan acara menghormat orangtua dan mertua. Perempuan dari kelas bangsawan telah memakai warna merah dan hijau itu. Warna-warna pada pakaian tradisional Korea yang semarak, memang sesuatu yag unik dan dimaksudkan untuk menghalangi roh jahat.
Bentuk "hanbok" yang sekarang dipakai, dipolakan pada masa Dinasti Joseon yang berdasarkan Konfusianisme pada abad ke-15. Namun, pada dasarnya "hanbok" sudah ada sejak masa Tiga Kerajaan (57 SM-668 M). Di Kerajaan Silla tahun 648, pakaian semacam itu telah dipakai oleh perempuan bangsawan, juga pada masa Dinasti Goryeo (nama yang kemudian menjadi Korea) setelah itu.
Model bagi perempuan yang sejak masa Dinasti Joseon dan berlaku sampai sekarang adalah gabungan "chima" dan "jeogori", yang ditutup dengan pita satu sisi itu. Kelihatannya pakaian itu tampak nyaman karena lebar leluasa sambil tetap menampilkan keindahan bentuk leher dan lengkung bahu perempuan.
Namun dalam kehidupan sehari-hari, perempuan zaman sekarang sudah jarang memakai pakaian itu karena harus sedikit menderita mengenakannya. Rok lebar berlipit itu bentuknya bagai sehelai kain, dililitkan di atas dada, lalu diikat keras-keras meratakan dada. Itu kata perempuan yang selalu mengenakan "hanbok" dalam melayani pelanggan, sehingga kadang membuat sesak.
Untuk upacara perkawinan, perempuan Korea masa kini menggabungkan model "tradisional" dan model "modern". Untuk acara "pertunangan", mereka mengenakan "hanbok" warna merah muda, sedangkan untuk upacara "perkawinan", "hanbok" warna merah-hijau itu ditambah pakaian pengantin model barat untuk acara berfoto berdua.
Setiap pasangan memesan minimal enam "hanbok", dua untuk mempelai perempuan, dua untuk lelaki, dan dua untuk masing-masing ibu. Harga satu set dari "bahan sutra" antara 250.000 sampai 400.000 won, atau minimal Rp 2 juta. Yang bahan "poliester" antara 100.000 sampai 200.000 won, dan biasanya dipakai oleh mereka yang merayakan ulang tahun perkawinan ke-60.
"Pembuatannya memakan waktu satu minggu sampai satu bulan, tergantung ramai-tidaknya pesanan", kata Sun-hee yang punya lima penjahit di rumahnya itu. Biasanya masa pemesanan yang ramai adalah mulai dari bulan Agustus sampai bulan April, karena cuaca musim panas terlalu panas untuk acara perkawinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...